02165833839 contact@sptsk-spsi.org
FSP TSK SPSI
Home Berita SIAPA BILANG TIDAK BEKERJA TIDAK DAPAT UPAH ?

SIAPA BILANG TIDAK BEKERJA TIDAK DAPAT UPAH ?

December 2019 9589 Dilihat
SIAPA BILANG TIDAK BEKERJA TIDAK DAPAT UPAH ?

Hukum Ketenagakerjaan yang berlaku di Indonesia pada dasarnya menggunakan prinsip 'no work no pay', yang  artinya tidak bekerja, tidak dibayar.

Asas tersebut pada dasarnya berlaku untuk semua pekerja/buruh, kecuali apabila pekerja/buruh yang bersangkutan tidak dapat melakukan pekerjaan bukan karena kesalahannya, tapi karena sebab lain yang diperbolehkan atau diatur oleh undang-undang.

Dan, pekerja yang tidak dapat melakukan pekerjaan karena alasan hukum atau ketentuan perundang-undangan itulah yang dimaksudkan pengecualian dari asas no work no pay sebagaimana dimaksud diatas. Sehingga dengan adanya pengecualian asas no work - no pay tersebut, pengusaha wajib membayar upah terhadap pekerja/buruh yang tidak masuk kerja karena alasan hukum atau alasan yang diatur dalam ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Terhadap pengecualian asas no work - no pay tersebut, dalam  ketentuan Pasal 93 UU ayat (2) No. 13 Tahun 2003 sangat jelas ditegaskan sebagai berikut : bahwa pengusaha wajib membayar upah terhadap pekerja yang tidak melakukan pekerjaan karena alasan sebagai berikut :

  1. pekerja/buruh sakit sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan.
  2. pekerja/buruh perempuan yang sakit pada hari pertama dan kedua masa haidnya sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan;
  3. pekerja/buruh tidak masuk bekerja karena pekerja/buruh menikah, menikahkan, mengkhitankan, membaptiskan anaknya, isteri melahirkan atau keguguran kandungan, suami atau isteri atau anak atau menantu atau orang tua atau mertua atau anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia;
  4. pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena sedang menjalankan kewajiban terhadap negara;
  5. pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena menjalankan ibadah yang  diperintahkan agamanya;
  6. pekerja/buruh bersedia melakukan pekerjaan yang telah dijanjikan tetapi pengusaha tidak mempekerjakannya, baik karena kesalahan sendiri maupun halangan yang seharusnya dapat dihindari pengusaha;
  7. pekerja/buruh melaksanakan hak istirahat;
  8. pekerja/buruh melaksanakan tugas serikat pekerja/serikat buruh atas persetujuan pengusaha; dan
  9. pekerja/buruh melaksanakan tugas pendidikan dari perusahaan.

Ketentuan Pasal 93 ayat (3) UU No. 13 Tahun 2003 mengatur untuk pekerja/buruh yang mengalami sakit berkepanjangan sebagai berikut :

  1. untuk 4 bulan pertama, dibayar 100% dari upah;
  2. untuk 4 bulan kedua, dibayar 75% dari upah;
  3. untuk 4 bulan ketiga, dibayar 50%  dari upah; dan
  4. untuk bulan selanjutnya dibayar 25% dari upah sebelum PHK oleh pengusaha.
  5. Ketentuan Pasal 93 ayat (4) mengatur bahwa Upah yang dibayarkan kepada pekerja/buruh yang tidak masuk bekerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sebagai berikut:
  6. pekerja menikah, dibayar untuk selama 3 hari;
  7. menikahkan anak, dibayar untuk selama 2 hari;
  8. mengkhitankan anak,  dibayar  selama 2 hari;
  9. membaptiskan anaknya, dibayar  selama 2 hari;
  10. isteri melahirkan atau keguguran kandungan, dibayar  selama 2 hari;
  11. suami/isteri, orang tua/mertua atau anak atau menantu meninggal dunia, dibayar  selama 2 hari;
  12. anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia, dibayar untuk selama 1  hari.

Pengaturan pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. Dalam hal ini perlu juga dijelaskan, bahwa pengaturan yang dimaksud dalam Ketentuan Pasal 93 ayat (2) dan (3) diatas, merupakan pengaturan yang bersifat standar. Peraturan pelaksanaannya bisa diatur lebih lanjut dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan dan Perjanjian Kerja Bersama/PKB.

Perjanjian kerja, peraturan perusahaan dan perjanjian kerja bersama boleh mengatur sama dengan apa yang diatur dalam UU apalagi melebihi yang diatur itu diperbolehkan sepanjang disepakati oleh pekerja/buruh/serikat pekerja/serikat buruh dengan pengusaha,  tapi boleh kurang dari apa yang diatur dalam UU.

Bagi pekerja yang sakit maksudnya adalah sakit yang dijadikan alasan pekerja tidak dapat melakukan pekerjaan disini adalah sakit yang didasarkan pada keterangan dokter. Jadi bukan karena alasan sepihak semata, tapi harus ada keterangan dari dokter.

Begitu juga terhadap pekerja/buruh yang sakit berkepanjangan, harus didasarkan pada alasan/keterangan dari dokter.  Dan upah yang diterima pekerja/buruh selama sakit tersebut, tidak mengurangi haknya untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dari dokter atau rumah sakit yang biayanya ditanggung oleh pengusaha atau jaminan pemeliharaan kesehatan PT. Jamsostek atau BPJS Kesehatan atau JPK Mandiri yang dikelola sendiri oleh perusahaan.

Pekerja/buruh perempuan yang tidak masuk kerja karena sakit pada hari pertama dan kedua masa haidnya, berhak mendapatkan upah penuh, dengan catatan si pekerja/buruh perempuan tersebut harus memberitahukan kepada pengusaha secara patut.

Sedangkan bagi pekerja/buruh perempuan yang mengalami masa haid pada hari pertama dan hari kedua tetapi tidak merasakan sakit dan tidak memberiyahukan secara patut kepada pengusaha, pengusaha tidak wajib memberikan upah penuh. Dan bagi pekerja/buruh perempuan yang masa haidnya tidak merasakan sakit   tetap harus masuk kerja seperi biasa.

Pekerja/buruh menjalankan kewajiban terhadap negara, seperti tugas wajib militer dan tugas negara lainnya, waktunya disesuaikan dengan waktu yang dibutuhkan untuk menjalankan tugas tersebut. Dan sepanjang pekerja/buruh tersebut menjalankan tugas negara tersebut sehingga tidak bisa melaksanakan atau masuk kerja di perusahaan maka upahnya wajib dibayar oleh pengusaha.

Pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena menjalankan ibadah yang  diperintahkan agamanya seperti menjalankan ibadah umrah, ibadah haji dan sebagainya. Adapun waktunya disesuaikan dengan yang diperlukan untuk menjalankan ibadah tersebut.

Pekerja atau buruh bersedia melakukan pekerjaan yang telah dijanjikan tetapi pengusaha tidak mempekerjakannya, baik karena kesalahan sendiri maupun halangan yang seharusnya dapat dihindari pengusaha, misalnya pekerja/buruh sudah datang ke tempat kerja tapi tiba-tiba listrik PLN mati atau tidak bisa bekerja karena barang atau material belum datang, maka tidak bekerjanya di pekerja/buruh karena alasan-alasan tersebut  upahnya harus dibayar oleh pengusaha. Karena alasan-alasan seperti mati listrik, material belum datang, kerusakan mesin dan sebagainya sebenarnya bisa dihindari oleh pengusaha, sehingga tidak bekerjanya pekerja/buruh tersebut harus dibayar upahnya.

Pekerja/buruh melaksanakan tugas serikat pekerja/serikat buruh atas persetujuan pengusaha. Adapun mengenai teknis pelaksanaannya, baik dalam melaksanakan tugas serikat pekerja atau pun pembebasan tugas dari pekerjaan untuk melaksanakan tugas serikat pekerja bisa diatur lebih lanjut dalam perjanjian kerja bersama. Dan tidak bekerjanya si pekerja/buruh karena alasan melaksanakan tugas serikat pekerja tersebut upahnya harus dibayar oleh pengusaha.

Pekerja/buruh melaksanakan tugas pendidikan dari perusahaan, misalnya untuk mengikuti pelatihan K3 ataupun lainnya yang sifatnya penugasan dari perusahaan, maka sepanjang tidak masuknya pekerja/buruh tersebut karena mengikuti pelatihan maka upahnya wajib dibayar oleh pengusaha.

Pekerja/buruh melaksanakan hak istirahat, yang meliputi :

  1. istirahat antara jam kerja, sekurang-kurangnya setengah jam setelah bekerja selama 4  jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja.
  2. istirahat mingguan 1 hari untuk 6 hari kerja dalam 1 minggu atau hari untuk 5 hari kerja dalam 1 minggu.    
  3. cuti tahunan, sekurang-kurangnya 12 (dua belas) hari kerja setelah pekerja/buruh yang bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas) bulan secara terus menerus.         
  4. istirahat panjang sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan dan dilaksanakan pada tahun ketujuh dan kedelapan masing-masing 1 (satu) bulan bagi pekerja/buruh yang telah bekerja selama 6 (enam) tahun secara terus-menerus pada perusahaan yang sama dengan ketentuan pekerja/buruh tersebut tidak berhak lagi atas istirahat tahunannya dalam 2 (dua) tahun berjalan dan selanjutnya berlaku untuk setiap kelipatan masa kerja 6 (enam) tahun.         
  5. kesempatan yang secukupnya untuk melaksanakan ibadah yang diwajibkan oleh agamanya.         
  6. Pekerja/buruh perempuan yang dalam masa haid merasakan sakit dan memberitahukan kepada pengusaha, tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua pada waktu haid.         
  7. Pekerja/buruh perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 (satu setengah) bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 (satu setengah) bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan.          
  8. Pekerja/buruh perempuan yang mengalami keguguran kandungan berhak memperoleh istirahat 1,5 (satu setengah) bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan atau bidan.
  9. Pekerja/buruh yang tidak melaksanakan pekerjaan/tidak bekerja karena alasan menjalankan istirahat sebagaimana dimaksud diatas, maka upahnya wajib dibayarkan oleh pengusaha.